Jumat, 02 April 2010

Ekonomi Kerakyatan di Mata Ibunda Presiden Barack Obama


Ekonomi kerakyatan adalah tulang punggung sejati perekonomian nasional. Akan tetapi, ekonomi kerakyatan dan ekonomi sektor informal hanya dapat bertahan bila pemerintah yang menjadi pelindung dan pengatur semua aktivitas ekonomi di sebuah negara, dalam hal ini Indonesia, memiliki kepedulian yang tinggi dan keberpihakan yang jelas.

Itulah poin penting dari desertasi Ann Dunham Soetoro -- ibunda Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama – pada jurusan Antropologi University of Hawaii at Manoa Honolulu, dengan judul “Peasant Blacksmithing in Indonesia: Surviving and thriving against all Odds” (1992), dan pertama kali menjadi buku serta diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Pendekar-pendekar Besi Nusantara”, yang menjadi benang merah pada seminar internasional “Ann Dunham Soetoro dan Ekonomi Kerakyatan”, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam kaca mata ibunda Presiden Obama yang menghabiskan belasan tahun untuk meneliti kehidupan pelaku sektor informal di kawasan perdesaan di Indonesia ini, terungkap tesis utama, bahwa perekonomian yang berbasis pada nilai-nilai tradisional dapat bertahan dan berkembang di tengah arus pembangunan dan globalisasi.

Tesisnya itu berseberangan dengan tesis mainstream yang dibawa oleh kebanyakan antropolog dan sosiolog barat yang umumnya memandang nilai-nilai tradisional dan kebijaksanaan lokal sebagai sesuatu yang rapuh dan tidak dapat menyesuaikan diri terhadap proses pembangunan yang mengemuka. Bahkan, sebagian dari mereka menganggap bahwa nilai-nilai tradisional adalah faktor penghambat kemajuan. Selain itu, dalam pandangan mainstream ini, nilai-nilai modernitas berikut aktor-aktor ekonominya akan dengan mudah menggantikan nilai-nilai tradisional serta aktor ekonomi kerakyatan dan pelaku ekonomi sektor informal.

Pandangan Ann Dunham tersebut diperkuat oleh gurunya, yakni Prof Emertus Alice G Dewey. Menurut Dewey, nilai-nilai tradisional memiliki logika sendiri yang pada prinsipnya dapat bertahan dan menemukan bentuk baru di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang hingga kini menjadi tema besar. “Setiap masyarakat lokal memiliki cara hidup dan kebijaksanaan sendiri dalam menghadapi berbagai tantangan,” tuturnya.

Meskipun demikian, sambung Dewey, dari sudut pandang ekonomi pembangunan, mensyaratkan kerja keras pemerintah sebagai pelindung dan pengatur tata kelola ekonomi nasional. “Keberpihakan pemerintah haruslah jelas, agar rakyat di lapisan bawah dapat mengembangkan model ekonomi mereka yang mandiri,” terang Dewey, pembicara kunci dalam seminar yang mengupas pemikiran sosok dan pemikiran almarhum ibunda Presiden Amerika Serikat Barack Husein Obama ini.

Berubah dan Bergeser

Pengamat ekonomi Hendri Saparini yang juga menjadi pembicara seminar, mengemukakan, sejak awal masyarakat Indonesia memang menghidupi kehidupannya dengan jalan ekonomi yang berbasis pada usaha kecil. Akan tetapi, saat ini model ekonomi itu mulai berubah dan bergeser. Alasannya, ada kelompok donor yang memaksakan kebijakan ekonomi Indonesia beralih ke ekonomi murni.

Menurut Hendri Saparini, pada saat itu, akhir 1960-an, Ann Dunham sudah bisa menangkap bahwa ekonomi Indonesia telah bergeser dari ekonomi kerakyatan. Meskipun sebenarnya, ibu Obama ini juga melihat di awal pemerintahan Orde Baru itu, masih ada upaya untuk kembali menghidupkan model ekonomi kerakyatan, karena masih melihat adanya ekonom seperti Mohammad Hatta atau Soemitro Djojohadikusumoh.

Tapi setelah itu, ekonom-ekonom yang ada di Indonesia sebagian besar percaya bahwa pertumbuhan ekonomi adalah segala-galanya. Nah, saat itulah awal struktur ekonomi Indonesia bergeser dan meninggalkan ekonomi kerakyatan. “Dan, itu karena ada tekanan dari kelompok lain yang ingin Indonesia segera meninggalkan ekonomi kerakyatan,” jelasnya.

Hal senada dilontarkan pembicara lain, yakni Wakil Ketua DPD La Ode Ida. Menurutnya, saat ini kelompok mayoritas dari masyarakat Indonesia mulai meninggalkan ekonomi kerakyatan dan beralih ke ekonomi yang lebih modern. “Saat ini sudah mulai ada pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian, nelayan dan semacamnya ke sektor yang lebih modern,” ujarnya seraya menambahkan, bahwa hal tersebut pada akhirnya akan membuat kelompok mayoritas semakin tertinggal dan mengalami peminggiran. “Sebabnya, ekonomi kapitalis tidak memberdayakan ekonomi kerakyatan,” tuturnya.

Pemikiran Obama

Hal menarik lain dari seminar “Ann Dunham Soetoro dan Ekonomi Kerakyatan” ini, seperti diungkapkan Teguh Santosa -- penulis kata pengantar buku karya Ann Dunham berjudul Pendekar-pendekar Besi Nusantara – yang bertindak sebagai moderator seminar, pemikiran Ann Dunham telah menginspirasi Presiden Obama tampil sebagai pembela ekonomi kerakyatan di negaranya. “Obama menilai arus globalisasi juga merugikan masyarakat Amerika,” kata Teguh.

Lebih jauh Teguh memaparkan, dalam pandangan Obama, globalisasi cenderung menguntungkan sebagian kecil masyarakat, yakni para pemilik modal besar, dan merugikan sebagian besar masyarakat Amerika. Seperti halnya di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, di Amerika Serikat globalisasi pun telah menciptakan jurang yang begitu dalam dan lebar antara dua kelompok masyarakat; sebagian kecil pemilik modal dan sebagian besar rakyat pekerja.

Obama juga memahami globalisasi telah membuat bangsa Amerika menjadi bangsa yang konsumtif. Celakanya, konsumerisme itu telah melemahkan basis industri dalam negeri dan menciptakan gelombang pengangguran terbesar dalam sejarah Amerika. Tanpa bermaksud menutup diri, Obama berupaya mengurangi ketergantungan Amerika pada industri luar negeri.

Hanya dengan menggerakkan roda industri dalam negeri, Obama percaya, rakyat sebagai tulang punggung sejati perekonomian nasional dapat benar-benar kuat dan mandiri. Karena ini pula, dalam berbagai kesempatan, Obama mendorong agar pemerintah di semua negara memperkuat industri dalam negeri. “Proposal Obama tersebut memiliki relevansi yang begitu signifikan manakala kita membicarakan proses pembangunan nasional, khususnya dalam hal membangun ekonomi kerakyatan yang dimotori oleh aktor ekonomi sektor informal di tanah air,” kata Teguh menyimpulkan. sis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar