![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj878R9xzoVG_Fmy7saHm90leL6zzJavE8dRDK1gid7r4BpE1An53t0shsvNIzy3Hp_YZw0LcWetoLOvW2FKR20fiyS21BEXfdz_hV0Vp5uq5CiaN82mp3aiy1Eix8dzufHnxpYSG1zzrCT/s200/P3270083.jpg)
Kementerian keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). PMK tersebut dikeluarkan kementerian keuangan dalam rangka bantuan pengadaan 1 juta ekor bibit sapi sebagai upaya pemenuhan dan penyediaan daging di dalam negeri.
Demikian Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan RI, DR Mulia P Nasution, dalam workshop “Implementasi Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Dalam Rangka Mewujudkan Peternakan Berbasis Kerakyatan yang Berkesinambungan”, yang diselenggarakan Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) bekerjasama dengan Lembaga Pendidikan Keuangan Daerah Indonesia (LPKDI), di Jakarta, baru-baru ini.
Nasution memaparkan, pemerintah saat ini memang tengah melakukan upaya penyediaan daging di dalam negeri karena melihat kondisi pemenuhan daging sebagai salah satu program ketahanan pangan masih sangat terbatas. Hal ini tercermin dalam jumlah konsumsi di satu sisi, dan di lain pihak produksi dari impor, perbandingannya masih jauh. “Yang memprihatinkan lagi, beberapa daerah yang dulu menjadi sentra daging, kini sudah tidak ada lagi. Jadi, kalau tidak melakukan upaya ekstra, niscaya impor akan semakin tinggi,” ujarnya kepada Jurnal Berdaya.
Lebih jauh, Nasution merasa senang dengan dilaksanakannya workshop oleh APDI dan LPKDI ini, karena kalau dilihat peraturannya sendiri yang sudah diterbitkan lima bulan lalu, namun dalam pelaksanaannya masih sedikit terkendala teknis di lapangan, karena masih belum sepenuhnya dipahami para stakeholder. “Sepertinya memang terlambat, tapi saya senang dengan pertemuan ini kita harapkan mempercepat proses verifikasi dari kebijakan pemerintah itu. Terlebih permasalahan penyediaan daging juga sudah menjadi perhatian kita semua,” tuturnya.
Tentang pengadaaan 1 juta ekor bibit sapi itu sendiri, Mulia Nasution mengaku optimis akan dapat tercapai, meskipun diakui membuat target adalah sesuatu yang mudah tapi implementasi masih harus dilihat lagi. Karenanya, ia menekankan masalah-masalah teknis di lapangan tidak menjadi penghalang dari program tersebut. “Jangan sampai masalah teknis menjadi penghalang, karena ini sudah dicanangkan pemerintah. Ya, kita harapkan mudah-mudahan semua bisa bergerak. Kesiapan pemerintah, dunia usaha, koperasi, peternak dan perbankan betul-betul terwujud,” tegasnya.
Apa yang dikatakan Mulia Nasution tentang kendala teknis di lapangan nyata terjadi. Peraturan Menteri Keuangan yang antaralain mengatur tentang mekanisme pencairan subsidi bunga, yang didalamnya melibatkan unsur kementerian pertanian di pusat maupun daerah, perbankan, dan pelaku usaha mulai dari koperasi, kelompok peternak maupun perusahaan, ternyata implementasinya dirasakan masih sulit. Akibatnya, penerima dan pemanfaat KUPS itu sendiri masih sedikit jumlahnya.
Pemberian KUPS Dipertanyakan
Seperti halnya dikatakan peserta workshop. Mereka mengatakan hingga saat ini masih kesulitan untuk memperoleh dan memanfaatkan KUPS. “Sudah beberapa kali saya mencoba mengajukan kredit usaha sapi ini, akan tetapi Bank Nagari masih tetap mengenakan suku bunga 12 persen. Tidak ada subsidi di situ,” keluh Limus, Ketua DPC APDI Sumatera Barat, pada sesi pertama workshop.
Demikian pula beberapa pertanyaan dari peserta lain, yang intinya mempertanyakan persyaratan ataupun mekanisme yang terkesan berbelit untuk mendapatkan KUPS. Misalnya saja, ada kesan bahwa penentuan akad kredit tetap di tangan pihak perbankan, sosialisasi program ke perbankan di daerah tentang KUPS juga tidak ada. Seorang peserta dari Lampung juga mempertanyakan mengapa mereka masih sulit memperoleh KUPS, sementara perusahaan besar di Lampung jauh-jauh hari sudah ada yang memperoleh kredit untuk bibit sapi sebanyak 5.000 ekor. “Kenapa informasi dan akses lebih didahulukan kepada perusahaan besar,” ujarnya mempertanyakan.
Ketua Umum APDI, Drs M Nurdin R, juga mempertanyakan hal yang sama. Menurutnya, kepala cabang perbankan di daerah banyak yang tidak tahu menahu adanya program KUPS. Bahkan lebih dari itu, ia menuntut kepala dinas peternakan yang kebanyakan tidak membantu dalam memberikan rekomendasi kepada pelaku usaha, seperti anggota APDI, untuk kemudahan dalam memperoleh KUPS. Padahal, hampir 11 ribu anggota APDI memiliki sertifikat sebagai petani dan peternak sapi. “Tolong ajari kami memperoleh KUPS. Kami punya tanah, punya sertifikat. Hambatan selama ini kebanyakan soal rekomendasi dari kepala dinas peternakan,” ujarnya.
Seperti dipaparkan Bambang Susanto dari Kementerian Pertanian, KUPS adalah kredit yang diberikan oleh bank pelaksana kepada pelaku usaha pembibitan sapi yang didukung dengan subsidi bunga oleh pemerintah. Adapun sasaran dari KUPS, yaitu pelaku usaha pembibitan meliputi; kelompok peternak, koperasi dan perusahaan pembibitan, dengan ketentuan suku bunga diberikan sebesar 5 persen pertahun, artinya pemerintah mensubsidi kredit lebih dari 8 persen. Jangka waktu kredit selama enam tahun dengan grace periode selama 2 tahun. Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi pemanfaat KUPS, antaralain untuk perusahaan atau koperasi, adanya rekomendasi dari dinas kabupaten/kota dan direktorat jenderal peternakan, serta adanya pola kemitraan dengan perusahaan atau koperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar