Pasca pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, hingga terbentuknya Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, perkembangan politik di tanah air semakin memperlihatkan kondisi yang tidak kondusif. Sejumlah persoalan krusial dalam penegakan hukum tampaknya menjadi pemicu kondisi tersebut.
Itulah yang tergambar dari aksi demonstrasi massa yang memanfaatkan momentum program 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, 28 Januari lalu. Seperti halnya dilontarkan kelompok pendemo yang berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Indonesia. Dalam orasi dan pernyataan sikapnya, mereka mengungkapkan alasan ketidakpuasan mereka atas kinerja KIB II, antaralain disebabkan munculnya skenario kriminalisasi KPK, terjadinya berbagai ketidakadilan penegak hukum terhadap rakyat kecil, berkeliarannya para mafia peradilan atau mafia hukum, dan paling menonjol adanya permasalahan kasus century hingga perlu terbentuk pansus angket DPR.
Terakhir, adanya perjanjian perdagangan bebas antara Asean dan China. “Dengan perjanjian ini akan dapat membuat Indonesia kebanjiran produk China yang mengakibatkan para pengrajin dan pengusaha produk dalam negeri gulung tikar. Akibatnya lagi, dapat menimbulkan gelombang PHK,” kata seorang mahasiswa dalam oratornya di atas mobil.
Hal serupa juga dilontarkan kelompok pendemo yang menamakan dirinya Front Perjuangan Rakyat. Kata mereka, pemberantasan mafia dan penegakan supremasi hukum menempati urutan pertama dalam 15 program utama 100 hari pemerintahan SBY-Boediono, tapi ironisnya, kasus bailout Bank Century yang merampok uang rakyat Rp6,7 triliun, sampai saat ini belum terselesaikan. Pemerintah lebih menyelamatkan pengusaha besar daripada rakyat yang hidup dengan upah rendah, menganggur, terancam kehilangan tanah serta sulit mendapatkan pendidikan.
Bahkan, di tengah berbagai kasus dan skandal memalukan yang belum selesai itu, pemerintah dengan seenaknya memberikan fasilitas mobil mewah seharga Rp1,3 miliar bagi 150 pejabat tinggi. “Padahal, ratusan sekolah rusak dan jutaan guru di Indonesia membutuhkan bantuan nyata. Dari 2,7 juta guru di Indonesia, baru 500 ribu yang telah mendapatkan tunjangan,” kata koordinator FPR, Rudi HB Daman, kepada Jurnal Berdaya.
Rudi juga memaparkan, program kelima dari 15 program utama yakni tentang peningkatan produksi dan ketahanan pangan hanyalah keinginan pemerintah untuk meningkatkan ekspor bahan mentah bagi industri imperialis. Karena kenyataannya, pemerintah mentargetkan 10 juta hektar lebih untuk perkebunan kelapa sawit. “Target ini adalah ancaman besar bagi perampasan tanah petani. Sebab, pemerintah lebih mementingkan membuka perkebunan skala besar daripada petani. Rakyat dipaksa menjadi buruh tani di tanah yang menjadi hak-nya. Apalagi, saat ini sengketa agraria juga belum terselesaikan,” terangnya.
Stabilitas Ekonomi
Beruntung, kondisi politik di tanah air yang dirasakan kurang kondusif itu belum menyentuh dan berpengaruh terhadap sektor ekonomi. Stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga. Seperti halnya dikemukakan Menteri Perekonomian Hatta Rajasa dalam jumpa pers program 100 hari KIB II. Hatta mengungkapkan, sejumlah data ekonomi dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan bahwa momentum perbaikan ekonomi masih dapat dijaga. Misalnya, angka penjualan mobil yang sudah memasuki daerah positif lagi, bahkan mencapai sekitar 35,6 persen. “Demikian juga dengan angka penjualan semen yang dalam tiga bulan terakhir mencapai 17,7 persen,” tuturnya.
Kondisi ekonomi yang masih bisa dijaga dan tidak terpengaruh gonjang-ganjing politik diakui pula oleh Umar Juoro. Pengamat ekonomi ini mengakui, meski sulit mengukur keberhasilan pemerintah hanya dalam waktu 100 hari, namun tim ekonomi KIB II telah mampu menjawab sejumlah persoalan. Bahkan, ia optimis melihat kondisi perekonomian ke depan. “Di tahun 2010 ini, saya melihat banyak hal lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Terbukti, stabilitas ekonomi masih terjaga dan ekspor masih ada recoverynya. Ini bukti suhu politik tidak goyahkan ekonomi nasional,” ujarnya seperti dikutip antara seraya meminta dua hal penting harus segera dilakukan pemerintah dalam waktu dekat, yakni pemberantasan korupsi dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Selanjutnya, Umar menekankan, jika sejumlah persoalan yang belakangan muncul seperti kasus KPK-Polri, Bank Century, dan lain-lain bisa cepat selesai, maka itu akan berdampak lebih positif terhadap dunia politik, sosial, dan perekonomian nasional. “Meski tetap bergantung langkah-langkah apa saja yang dilakukan pemerintah sehingga bisa konsisten dalam setiap program yang dijalankan dan langsung dirasakan, baik oleh pelaku ekonomi maupun masyarakat luas,” tambahnya.
Cepat selesainya persoalan politik juga diharapkan kalangan pelaku usaha dan ekonomi nasional, karena bisa mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. “Persoalan politik ini harus cepat selesai karena kita harus terus menjalankan program-program pembangunan. Kita ingin kestabilan ekonomi nasional. Kita ingin, jangan sampai gejolak politik malah mengorbankan masyarakat,” kata Silmy Karim, Ketua II Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). sis
Minggu, 04 April 2010
Rakyat Jangan Disuguhi Kisruh Politik
Label:
kisruh politik,
mafia hukum,
presiden sby,
rakyat kecil
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar